KPK Sita 11 Kendaraan di Rumah Ketum PP

JAKARTA, NGABRET.ID - Kasus gratifikasi yang menyeret nama mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, bak bola salju. Terkini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rita.
Kasus ini juga menyeret Ketua Umum (Ketum) Ormas Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno (JS) dan elite Partai NasDem, Ahmad Ali. Sebelumnya, KPK telah menggeledah rumah Ahmad Ali di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita berbagai barang bukti, di antaranya dokumen, uang, tas, dan jam tangan.
Penggeledahan di rumah JS, di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan dilakukan pada Rabu (5/2/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti, termasuk 11 mobil, uang tunai, dan sejumlah dokumen. Nemun demikian KPK belum bisa menjelaskan apa status hukum buat JS.
"Hasil sita di rumah JS, 11 kendaraan bermotor roda empat, uang rupiah dan valas, serta dokumen dan barang bukti elektronik," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika saat dikonfirmasi di Jakarta.
Sebelumnya Rita Widyasari ditangkap KPK pada 2017. Saat itu, Rita sedang menjalani masa jabatan keduanya sebagai Bupati Kutai Kartanegara. Rita mulai menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara pada 2010 dan terpilih kembali pada 2015. Pada 10 Oktober 2017, Rita diganti oleh wakilnya, Edi Damansyah, setelah KPK menahan Rita dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
Saat ini, Rita tengah menjalani hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta untuk kasus gratifikasi. Pada sidang 6 Juli 2018, hakim juga mencabut hak politiknya selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman.
Rita terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari bos PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun atau Abun untuk pemberian izin pembukaan lahan kelapa sawit di Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Selain itu, Jaksa menyatakan Rita Widyasari terbukti menerima gratifikasi bersama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin sebanyak Rp 110 miliar.
Pengembangan kasus Rita ini untuk mengoptimalkan asset recovery atau pengembalian hasil korupsi tersebut kepada negara. Terkait hal itu KPK juga telah melakukan serangkaian penggeledahan sejak pertengahan tahun 2024. Saat itu, menurut Juru Bicara KPK Tessa Mahardika, penggeledahan dilakukan di Jakarta.
KPK menggeledah sembilan kantor dan 19 rumah. Namun, Tessa tidak merinci identitas kepemilikan kantor dan rumah tersebut. Penyidik senior KPK itu menyebut dari rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik menyita sebanyak 72 unit mobil dan 32 unit motor.
KPK juga menyita tanah dan bangunan di enam lokasi; uang Rp 6,7 miliar dan uang dalam bentuk mata uang USD dan mata uang asing lainnya senilai total kurang lebih 2 miliar; serta ratusan dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga punya keterkaitan dengan perkara dimaksud. KPK juga menyita 91 kendaraan, lima bidang tanah ribuan meter persegi, dan 30 jam tangan mewah berbagai merek.
Pada 10 Januari 2025, KPK kembali melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah uang baik rupiah maupun mata uang asing. Untuk rupiah sebesar Rp 350.865.006.126 (Rp 350,86 miliar). Uang ini disita dari 36 rekening atas nama tersangka dan pihak terkait lainnya. "Dalam mata uang dolar Amerika sebesar USD 6.284.712," kata Tessa.
Uang dolar Amerika itu disita dari 15 rekening atas nama tersangka dan atas nama pihak pihak terkait lainnya. Terakhir dalam mata uang dolar Singapura senilai SGD 2.005.082 (SGD 2 juta) yang disita dari satu rekening atas nama pihak terkait lainnya.
"Penyitaan dilakukan karena diduga uang yang tersimpan dalam rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana terkait dengan perkara tersebut di atas," ujar Tessa.
Editor : Tim Ngabret.Id
TERPOPULER





